• Jelajahi

    Copyright © Media Online
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Bos Tambang Emas Ilegal di Jambi Datangi SMPN 32 Merangin lalu Hajar Guru

    JambarPost
    11/19/2025, 10:20 WIB Last Updated 2025-11-19T03:20:50Z

     

    Jambarpost.com, Bangko - Suasana belajar di SMPN 32 Merangin mendadak berubah mencekam ketika seorang guru, Paimen, dianiaya oleh seorang bos penambangan emas tanpa izin (PETI) berinisial A. 


    Peristiwa guru dianiaya bos tambang emas ilegal itu terjadi di halaman sekolah. 


    Peristiwa guru dianiaya bos tambang emas ilegal itu terjadi di halaman sekolah. 

    Aksi kekerasan itu bahkan disaksikan langsung oleh murid-murid kelas IX yang saat itu sedang mengikuti pelajaran.

    Pelaku A dikenal sebagai pemain PETI di wilayah Tabir Ulu. 


    Dia datang ke sekolah untuk mencari Paimen, setelah sebelumnya beberapa kali mendatangi SMPN 32 Merangin.


    Disaksikan Murid-murid

    Menurut keterangan Saidina Ali, menantu korban, A sempat masuk ke ruang guru untuk menanyakan keberadaan Paimen. 


    Tidak lama setelah pelaku keluar, seorang murid berlari ke ruang guru dan memberitahukan bahwa Paimen sedang dipukul.


    Kesaksian siswa menyebutkan bahwa pelaku terlebih dahulu memanggil Paimen keluar kelas. 


    Setelah terjadi percakapan singkat, A langsung menampar telinga kiri Paimen hingga korban tersungkur di depan murid-muridnya


    Akibat tamparan itu, telinga Paimen berdengung dan mengalami luka yang kemudian divisum di RSUD Kolonel Abunjani Bangko.


    Saat kejadian, hanya dua guru laki-laki yang berada di sekolah, yakni Paimen dan adik iparnya. 


    Keduanya tidak mampu melawan karena situasi berlangsung cepat dan mendadak.


    Berawal dari Persoalan Alat Berat


    Dari penuturan keluarga, konflik ini bermula dari razia PETI oleh Polda Jambi pada Oktober 2025.


    Pelaku A meminta izin kepada Paimen untuk melintas menggunakan alat berat melewati lahan milik keluarga Paimen menuju kebun sawitnya. 

    Izin diberikan.


    Namun, ternyata alat berat itu terus menggunakan jalan yang sama secara berulang hingga merusak kebun.

    Akhirnya, Paimen meminta pelaku membuat jalan sendiri atau membeli sebagian tanah sebagai akses. 


    Luasan yang diusulkan adalah 3 meter x 63 meter dengan harga Rp28 juta. 

    Namun A menolak, dan perundingan dianggap selesai, hingga akhirnya berujung pada tindakan kekerasan di sekolah.


    Korban Trauma dan Tak Berani Mengajar

    Pascakejadian, Paimen dan adik iparnya sama-sama mengalami trauma. 


    Keduanya takut kembali ke sekolah karena khawatir ada ancaman lanjutan.


    "Termasuk adik ipar saya yang juga guru di SMPN 32, karena takut nantinya ada lagi tindakan lainnya yang mengarah ancaman kepada dirinya,” ujar Saidina Ali.


    Keluarga Paimen telah tinggal di Desa Muara Jernih selama 30 tahun sebagai pendatang dan selama ini tidak pernah terlibat dalam kegiatan PETI.


    Kasus penganiayaan ini telah dilaporkan ke Polsek Tabir Ulu. 


    Polisi meminta keluarga untuk melakukan visum sebagai bukti. 

    Hingga kini, pihak keluarga masih menunggu proses penanganan dari kepolisian. (Didi)

    Komentar

    Tampilkan