• Jelajahi

    Copyright © Media Online
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Warga Desa Sepunggur Pertanyakan Ketidakjelasan Pengelolaan PAD dan Dana Desa

    JambarPost
    10/23/2025, 18:22 WIB Last Updated 2025-10-23T11:22:58Z

     

    Jambarpost.com, Bungo – Sejumlah masyarakat Desa Sepunggur, Kecamatan Bathin ll Babeko, Kabupaten Bungo menyuarakan kekecewaannya atas ketidakjelasan pengelolaan PAD dan penggunaan Dana Desa tahun anggaran 2025. Mereka menilai, hingga kini belum ada kejelasan mengenai besaran penghasilan PAD dari plasma maupun arah penggunaan Dana Desa yang semestinya menjadi hak dan diketahui oleh masyarakat.


    Warga menyebutkan, setelah Berikin (penentuan jumlah hasil dari Plasma Desa ) beberapa bulan lalu, namu hingga kini belum ada penentuan dari hasil plasma tersebut sudah hampir satu tahun, kemudian masyarakat tidak tau berapa persen dari hasil Palsma Desa tersebut yang masuk ke PAD karena tidak  dipaparkan secara terbuka berapa besar pendapatan yang dihasilkan dari Plasma tersebut untuk masuk ke PAD. Padahal, pada masa kepemimpinan Rio (Kepala Desa) sebelumnya, diketahui ada pembagian hasil sebesar 20 persen dari nilai kontrak Rp900 juta per tahun yang 20 Persen masuk ke Pendapatan Asli Desa (PAD) dan tertuang penggunaannya dalam APBDes, dan yang 80 persen kembali kepada masyarakat.


    Namun, sejak kepemimpinan Rio yang baru Zainudin warga mengaku tidak lagi mendapatkan laporan atau transparansi terkait pengelolaan PAD tersebut. “Kami hanya dengar informasi ada pemotongan sebesar Rp20 juta per bulan dari hasil Plasma yang katanya masuk ke PAD, tapi sampai sekarang tidak ada laporan resmi,” ujar salah satu warga.


    Selain soal Plasma, masyarakat juga menyoroti adanya dugaan rangkap Jabatan oleh salah satu Perangkat Dusun bernama As’ad, S.Kom., yang diketahui masih aktif sebagai guru Honorer Provinsi di SMK Titian Teras Babeko. As’ad juga menjabat sebagai Kasi Kesra Desa Sepunggur dengan gaji sebesar Rp2.150.000 per bulan, dan juga menjabat sebagai operator Siskeudes (Sistem Keuangan Desa)yang di gaji  sebesar Rp1 juta per bulan.


    Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Permendagri Nomor 67 Tahun 2017, Perangkat Desa dilarang merangkap jabatan atau memiliki pekerjaan lain yang bersumber dari Keuangan Negara. Larangan ini dimaksudkan untuk menghindari penerimaan Gaji Ganda, menjaga Integritas, dan memastikan Kinerja yang Optimal.


    “Guru, baik ASN maupun Honorer, tidak boleh merangkap sebagai Perangkat Desa. Ini pelanggaran terhadap aturan yang jelas. Pemerintah Daerah seharusnya menindak dan meminta yang bersangkutan memilih salah satu pekerjaan,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.


    Warga juga menyoroti ketidakjelasan penggunaan Dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari dua Perusahaan Perkebunan, yakni PT BBM sebesar Rp. 35.000.000 juta dan PT Mega Sawindo sebesar Rp. 25.000.000 juta, yang hingga kini tidak diketahui arah penggunaannya.


    Selain itu, warga menilai setiap Musyawarah Desa (MusDes) hanya dihadiri oleh kelompok tertentu dan tidak melibatkan masyarakat secara luas, sehingga dinilai tidak sesuai dengan prinsip partisipatif dalam tata kelola Pemerintahan Desa.


    “Kami juga menilai pembangunan yang dilakukan tidak mengedepankan asas manfaat. Contohnya pembangunan Drainase di RT 011 yang seharusnya dibuat di sisi kiri jalan, bukan kanan. Lalu, jalan utama warga RT 006 menuju Masjid dan Pasar sudah rusak parah, tapi belum tersentuh perbaikan,” tambah warga lain.



    Ketidakpuasan masyarakat juga meluas hingga pada pola Rekrutmen Perangkat Desa yang dinilai tidak profesional dan sarat Nepotisme.


    “Kami lah muak dengan Rio Zainuddin kini, karno yang jadi Perangkat nyo kini tu dak do gi yang lainnyo adik kandung, adik ipar, ponaan, bahkan datuknyo jadi Kepala Kampung yang dak do tamat SMA. Kami tau karno Rio tu dewek yang ngangkat nyo jadi Kepala Kampung, diumumkan dalam Masjid kato sebagai Plt, tapi sampai kini dak do lagi rekrut yang resmi. Macam tu jugo dengan Sekdes, setelah Sekdes Kiki berhenti, sampai kini dak do rekrut Sekdes, tapi kami dengar lah ado Sekdes nyo perempuan pulak tu,” ungkap seorang warga dengan nada kesal.


    Warga menilai tindakan tersebut menunjukkan lemahnya sistem tata kelola Pemerintahan Desa dan dugaan kuat adanya penyalahgunaan kewenangan.



    Dan yang parahnya lagi, masyarakat Desa Sepunggur mengeluhkan pengelolaan Dana Ketahanan Pangan (Ketapang) yang dinilai tidak jelas dan berujung pada dugaan penyimpangan.


    “Dana ketahanan pangan (Ketapang) pertama dikucurkan di Kampung Kemini, katanya untuk menanam cabe, tapi karena tekor dialihkan ke semangka, akhirnya hilang senyap. Lalu dikucurkan lagi di Kampung Sungai Gedang untuk bikin kolam ikan, juga raib. Begitu juga di Kampung Baru, kami tak tahu ke mana arahnya, Sedangkan dana ketahanan pangan tersebut dianggarkan dari Dana Desa (DD) dan nilainya pun tidak sedikit 100 juta, ungkap salah satu warga dengan nada kecewa.


    Atas berbagai persoalan tersebut, masyarakat mendesak Bupati Bungo  H. Dedy Putra, SH, M.Kn untuk segera melakukan evaluasi dan audit terhadap PAD Desa yang diduga tidak dikelola secara transparan. Bahkan ketua BPD, Anggota BPD dan seluruh ketua Rt dalam Desa Sepunggur juga mendapat bagian dari Dana PAD tersebut. Padahal mereka sudah ada gaji yang diangaggar kan dari ADD. Dan diminta kepada Bupati Bungo agar ada pemeriksaan khusus terhadap penggunaan Dana Desa khususnya di bidang Pembangunan.


    “Kami hanya ingin kejelasan dan transparansi. Semua penggunaan Dana yang masuk ke Rekening Desa dan harus terbuka sesuai engan aturan agar tidak menimbulkan kecurigaan,” tutup perwakilan masyarakat. (Ade)

    Komentar

    Tampilkan